Ratna Hendi
Ratna Hendi
  • Apr 1, 2021
  • 9993

Sembilan Penjabaran Ketua Bidang Tani dan Nelayan DPN SOKSI Tentang Permasalahan Yang Dihadapi Petani

JAKARTA - Petani padi merupakan pelaku utama dalam mewujudkan ketersediaan beras di Indonesia, melalui petani padi kebutuhan beras untuk seluruh rakyat Indonesia termasuk juga untuk kebutuhan bahan baku industri makanan bisa terpenuhi dengan baik. Namun, petani padi juga dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang rumit. 

Ketua Bidang Tani dan Nelayan Dewan Pimpinan Nasional SOKSI) mengatakan, Tak jarang permasalahan ini justru menyebabkan kerugian yang besar bagi mereka, yaitu : 

Pertama, Masalah klasik yang dihadapi petani padi adalah masalah permodalan, biaya menanam padi sering menjadi masalah umum bagi petani. Apalagi jika petani padi mengalami gagal panen karena kendala alam atau serangan hama penyakit tanaman, termasuk juga masalah harga gabah jika jauh dari harga gabah yang sudah ditetapkan pemerintah, bisa menyebabkan dan membuat banyak petani padi tidak bisa melanjutkan usaha taninya.

Kedua, Salah satu parameter kesejahteraan petani padi selain harga gabah adalah masalah penguasaan lahan dan hasil panen, saat ini ada 14 juta rumah tangga petani hanya memiliki lahan lebih kecil atau kurang dari 0, 5 hektare. 
Rata-rata kepemilikan luas lahan petani padi di Indonesia mencapai 0, 8 hektare, angka ini masih kalah jauh jika dibandingkan dengan kepemilikan lahan sawah di Jepang 1, 57 hektare, Korea Selatan 1, 46 hektare, Filipina 2 hektare dan Thailand 3, 2 hektare. 

Lanjutnya,  Petani padi Indonesia juga masih kalah produktivitas hasil panennya jika dibandingkan dengan peneliti yang melakukan percobaan, hasil panen petani padi rata-rata 5 ton per hektare, tapi bagi peneliti  bisa mencapai 8 ton per  hektare.

Ketiga, Permasalahan lainnya adalah kualitas SDM petani padi cenderung rendah, termasuk kemampuan petani padi untuk menyuburkan tanahnya, padahal tanah subur adalah sebagai aset buat petani padi, termasuk juga sulit menyerap pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan hasil panen dan sulit jika harus berhubungan dengan teknologi.

Keempat, Masalah kekurangan benih, baik secara kualitas maupun kuantitas masih menjadi kendala dunia pertanian di Indonesia.Ketergantungan petani terhadap benih hibrida, dalam hal perbenihan, petani seringkali berurusan dengan hukum,  UU No 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (UU PVT) hanya mengakomodir kepentingan pemulia tanaman, undang-undang tersebut membuat batasan antara petani dengan pemulia tanaman, dimana petani dan pemulia tanaman berada dalam posisi yang  berbeda, "jelas Tonny Saritua Purba.

Lebih jauh Tonny Saritua Purba menjelaskan, Hak petani adalah hak untuk menanam benih dan juga bisa mengembangkan benih itu sendiri, sementara hak pemulia adalah untuk memperdagangkan benih, kondisi tersebut berbeda dengan filosofis bertani bahwa petani bebas untuk menanam benih apa saja selama untuk kepentingan umat manusia.

Kelima, Masalah penyaluran pupuk bersubsidi yang akar persoalan adalah mengenai data penerima pupuk subsidi sehingga dalam penyaluran juga menjadi masalah, sampai sekarang juga persoalan data tersebut tidak kunjung diperbaiki.

Alokasi pupuk bersubsidi tahun 2021 sebesar 8, 9 juta ton, anggaran yang dipersiapkan pemerintah untuk alokasi tersebut  sebesar Rp 29, 76 triliun. Penyaluran pupuk bersubsidi tersebut masih terkendala karena keterlambatan terutama di tingkat kabupaten dalam menerbitkan Surat Keputusan untuk alokasi pupuk bersubsidi tahun 2021.

Keenam, Harga gabah setiap panen raya selalu lebih rendah dari harga gabah tetapan pemerintah, walaupun sudah ada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020, harga GKP di tingkat petani ditetapkan sebesar 4.200 per kg tetapi peraturan tersebut tidak efektif. Harga GKP di beberapa wilayah saat ini di bawah 3.900. Bulog juga tidak akan mampu menyerap hasil panen petani padi karena adanya aturan harga dan keterbatasan gudang yang dimiliki Bulog.

Ketujuh, Mahalnya harga obat pembasmi hama atau pestisida. Kenaikan harga tersebut tentu akan membuat pengeluaran petani semakin bertambah besar, jika petani tidak memakai pestisida kemungkinan bisa gagal panen karena adanya hama, di sisi lain harga jual hasil panen relatif sama bahkan bisa lebih murah.

Kedelapan, Gagal panen karena hama tikus yang menyerang batang padi sehingga tumbuhnya tidak sempurna dan tidak bisa panen. Hama tikus menyerang tanaman setiap awal musim hujan, hama tikus berkembang biak sangat cepat, selama satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali, sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasinya sangat cepat bertambah.

Kesembilan, Banjir merupakan bencana alam yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daerah persawahan yang menyebabkan gagal panen, gabah padi milik petani rusak atau tanaman padi terendam air, banjir juga bisa menyebabkan petani gagal tanam serta kwalitas gabah menjadi rusak, "ujarnya.

Tonny Saritua Purba melanjutkan, Pertanyaan sekarang adalah apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah dari banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh  petani padi Indonesia, mulai dari faktor benih, lahan, pupuk, pestisida, harga gabah, hama dan penyakit tanaman sampai kepada faktor iklim seperti banjir ?

"Tentu petani tidak akan bisa bekerja sendiri, dibutuhkan peran negara di dalamnya. Pembangunan di bidang pertanian adalah tugas dan tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia karena masalah pangan adalah masalah hidup mati sebuah bangsa dan  sektor pertanian juga merupakan ujung tombak kemajuan bangsa Indonesia dalam menentukan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. 

Agar tercipta ketahanan pangan maka petani dan pengusaha harus didukung pemerintah untuk memproduksi beras yang tinggi sehingga rencana pemerintah untuk mencapai swasembada beras bisa tercapai lagi, "imbuhnya.

Selanjutnya, Jika kita lihat sejarah, tahun 1984 Indonesia pernah meraih swasembada beras. Untuk mencapai swasembada beras sangat diperlukan adanya sebuah kebijakan pemerintah, politik pertanian merupakan kebijakan pemerintah di bidang pertanian untuk mempercepat laju pembangunan pertanian agar pemerintah mampu memproduksi beras untuk kebutuhan seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 271 juta jiwa.

"Politik pertanian bukanlah bertujuan untuk membela kepentingan kelompok atau golongan, tapi untuk memnela kepentingan masyarakat umum terutama untuk kepentingan bangsa dan negara demi kehidupan generasi anak cucu agar bisa lebih baik lagi. 

Dalam membuat kebijakan pertanian, pemerintah perlu menganalisa berbagai faktor, seperti sosial termasuk ada unsur budaya dan kearifan lokal di dalamnya, ekonomi, politik, tehnik, hukum, norma dan etika serta banyak lagi yang perlu dikaji secara mendalam agar sebuah kebijakan pertanian bisa mempercepat pembangunan pertanian bahkan jika lihat sejarah, dulu KH Hasyim Asyari pernah mengeluarkan Fatwa bahwa pertanian harus dibangun karena merupakan sendi dalam pemerintahan, petani adalah penolong bangsa, "pungkasnya.

Penulis :
Tonny Saritua Purba
(Kaetua Bidang Tani dan Nelayan Dewan Pimpinan Nasional SOKSI)

Penulis :
Bagikan :

Berita terkait

MENU